Nama : Hanin Azizah
NIM : 1113015000054
Kelas : 4C/Geografi
Reaksi Bangsa Indonesia Terhadap
Kolonialisme Dan Imperialisme Eropa
Pengertian Kolonialisme
Kolonialisme adalah suatu usaha untuk melakukan system
permukiman warga dari suatu Negara diluar wilayah Negara induknya atau Negara
asalnya.
Pengertian
Imperialisme
Imperialisme adalah usaha memperluas wilayah kekuasaan
atau jajahan untuk mendirikan imperium atau kekaisaran.
Kolonialisme
dan Imperialisme Barat di Indonesia
Bentuk praktik
Kolonialisme dan Imperialisme seperti menguasai perdagangan secara tunggal
(monopoli) dan merampas atau menjelajah suatu negeri.
1. Bangsa
Portugis Menjajah Indonesia
Pada tahun 1512, bangsa Portugis yang
dipimpin oleh Fransisco Serrao mulai berlayar menuju Kepulauan Maluku. Bahkan
pada tahun 1521, Antonio de Brito diberi kesempatan untuk mendirikan kantor
dagang dan beneng Santo Paolo di Ternate sebagai tempat berlindung dari
serangan musuh. Orang-orang Portugis yang semula dianggap sebagai sahabat rakyat
ternate berubah menjadi pemeras dan musuh.
2. Bangsa
Belanda Menjajah Indonesia
Proses penjajahan bangsa Belanda terhadap
Indonesia memakan waktu yang sangat lama, yaitu mulai dari tahun 1602 sampai
tahun 1942. Keinginan Belanda untuk melakukan
monopoli dibidang perdagangan dikawasan Nusantara, ternyata tidak hanya
merupakan keingan Belanda sendiri, tetapi juga negara lainnya, seperti Inggris.
Bahkan Inggris telah mendahului langkah VOC dengan membentuk sebuah perserikatan
dagang untuk kawasan Asia di tahun 1600 yang diberi nama EIC (East India
Company), yang mana telah menimbulkan kekawatiran dikalangan para pedagang
Belanda sehingga persaingan yang tadinya ada diantara mereka sendiri berubah
menjadi kesepakatan untuk membentuk sebuah badan dagang guna membendung EIC.
Untuk menghilangkan persaingan antar
pedagang Bealnda dan untuk mengahdapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa
lainya, maka pada tanggal 20 Maret 1602, atas prakarsa Pangeran Maurits dan
Olden Barneveld didirikan kongsi perdagangan bernamaVerenigde Oost-Indische
Compagnie-VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Pengurus pusat VOC terdiri dari
17 orang. Pada tahun 1602 VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang di
kepalai oleh Francois Wittert.
Tujuan pendirian VOC ialah menghilangkan persaingan antara sesama
pedagang Belanda, menyatukan pedagang Belanda, dan mencari keuntungan besar.
VOC juga diberikan hak istimewa (octroi) seperti hak memonopoli perdagangan, mencetak uang,
mengangkat dan memperhentikan pegawai, mengadakan perjanjian dengan raja-raja,
memiliki tentara untuk mempertahankan diri dan juga membentuk angkatan perang,
mendirikan benteng, menyatakan perang dan damai, mengangkat dan memberhentikan
penguasa-penguasa setempat, wewenang untuk membuat undang-undang dan peraturan,
serta membentuk pengadilan (Raad van Justitie) dan mahkamah agung (Hoog
Gerechtshof).
Pengaruh Kolonialisme dan Imperialisme
Barat di Berbagai Daerah di Indonesia
Kolonialisme dan Imperialisme mulai
merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa
Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtmen pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
1.
Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dank
e Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
a. Perlawanan
Rakyat Maluku
Setelah Portugis
pada tahun 1511 berhasil menduduki Malaka, Portugis melanjutkan misi dagangnya
menuju Maluku. Di kepulauan Maluku terdapat Kerajaan Ternate dan Kerajaan
Tidore yang menghasilkan remah-rempah. Portugis diperbolehkan mendirikan
benteng sebagai kantor dagang. Akan tetapi terjadi penyimpangan, Portugis
menjadikan benteng itu sebagai basis pertahanan untuk menguasai dan menjajah
daerah Ternate. Portugis memaksa Sultan Ternate, yaitu Sultan Hairun untuk
menerima kekuasaan Portugis, dan hanya menjual cengkih dan pala kepada
Portugis.
Tentu saja
sikap seperti ini sangat ditentang oleh Sultan Hairun. Ketika Sultan Hairun
akan membicarakan masalah perdagangan dengan Portugis ini, beliau dibunuh
secara licik. Terbunuhnya, Sultan Hairun jelas memancing kemarahan rakyat
Ternate. Sultan Baabullah yang menggantikan Sultan Hairun bersumpah akan
mengusir Portugis dari Ternate. Untuk itu, Sultan Baabullah mengerahkan tentara
dan segenap kekuatannya mengepung benteng Portugis, hingga akhirnya Portugis
menyerah dan dipaksa meninggalkan Ternate tahun 1575. Setelah terusir dari
Ternate, kemudian Portugis ke Ambon hingga dikalahkan oleh Belanda pada tahun
1605.
b.
Perlawanan
rakyat Demak
Tindakan Portugis yang memonopoli perdagangan rempah-rempah di Selat
Malaka, sangat merugikan rakyat Indonesia di berbagai daerah, termasuk Demak. Keadaan
ini mendorong rakyat Demak untuk bangkit mengadakan perlawanan terhadap
Portugis. Raden Patah segera menyusun kekuatan untuk mengusir tentara Portugis
yang ada di Malaka. Pada tanggal 1 Januari 1513, Kerajaan Demak mengirimkan
pasukan yang berkekuatan 100 perahu dan 10.000 prajurit untuk menyerang
Portugis di Malaka. Pasukan Demak dipimpin oleh Dipati Unus (Pangeran Sabrang
Lor). Dalam serangan tersebut, tentara Demak tidak berhasil mengusir Portugis
dari Malaka, bahkan mereka mengalami kekalahan. Kekalahan tersebut disebabkan
oleh persenjataan Portugis yang lebih lengkap dibandingkan dengan persenjataan
yang dimiliki pasukan Demak. Pada tahun 1527, pasukan Demak di bawah pimpinan
Fatahillah kembali menyerang Portugis yang dipimpin oleh Henri Lame di Sunda
Kelapa. Dalam pertempuran tersebut, Demak berhasil mengalahkan pasukan Portugis
dan mengusir mereka dari Sunda Kelapa.
c.
Perlawanan
rakyat Aceh
Kedudukan Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi kerajaan-kerajaan
islam di Indonesia, terutama Kerajaan Aceh yang daerah kekuasaannya berdekatan
dengan Malaka. Pada saat itu, Aceh yang berada di bawah pimpinan Sultan
Iskandar Muda mencapai puncak kejayaannya. Namun, sejak meninggalnya Sultan
Iskandar Muda, keadaan Kerajaan Aceh mengalami kemunduran, terutama setelah
adanya persaingan dengan para imperialis Barat (1630). Sejak tahun 1569,
Portugis berusaha menghancurkan Aceh dengan mengepungnya selama tiga tahun.
Tetapi, tentara Aceh berhasil menghancurkan Portugis. Hancurnya armada Portugis
diawali dengan penyerangan terhadap kapal-kapal Portugis di selat Malaka oleh
tentara Aceh. Serangan tersebut berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Kolonial
Barat yang mencoba menjajah Aceh bukan hanya Portugis.
2.
Perlawanan Rakyat terhadap Belanda (VOC)
a. Perlawanan Rakyat
Makasar
Perlawanan terhadap kolonialisme Belanda
dilakukan oleh Kerajaan Gowa dan Tallo, yang kemudian bergabung menjadi
Kerajaan Makassar. Kerajaan Makassar, mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintah Sultan Hasanuddin tahun 1654-1669. Abad ke-17 Makassar menjadi
pesaing berat bagi Kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia
Timur. Setelah mendapatkan berdagang, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat
utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin. Pertempuran
antara rakyat Makassar dengan VOC terjadi. Pertempuran pertama terjadi pada
tahun 1633. Pada tahun 1654 diawali dengan perilaku VOC yang berusaha
menghalang-halangi pedagang yang akan masuk maupun keluar Pelabuhan Makassar
mengalami kegagalan. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666-1667, pasukan
kompeni dibantu olehpasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Angakatan laut VOC,
yang dipimpin oleh Spleeman. Pasukan Aru Palaka mendarat din Bonthain dan berhasil mendorog
suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin. Penyerbuan
ke Makassar dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Sultan Hasanudin terdesak dan
dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun
1667.
Factor penyebab kegagalan rakyat Makassar
adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan
Aru Palaka. Membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melakukan perlawanan
terhadap VOC
b. Perlawanan Pangeran
Diponegoro
Sikap Belanda yang selalu turut
campur terhadap pemerintahan kerajaan, sangat tidak disukai oleh Pangeran
Diponegoro yang merupakan Bangsawan Kerajaan Mataram, terlebih lagi ketika
melihat Belanda mulai menerapkan budaya-budaya Barat yang bertentangan dengan
Agama Islam di lingkungan Keraton. Pangeran Diponegoro mulai menyusun kekuatan
yang diawali dengan mengajak kalangan bangsawan yang sama-sama menentang Belanda.
Kemudian ia pun mengajak rakyat yang telah menderita akibat kesewenang-wenangan
Belanda untuk bergabung melawan penjajah. Untuk mendukung perjuangannya,
Pangeran Diponegoro meninggalkan keraton dan menetap di Tegalrejo. Langkah
tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa ia tidak suka pada sikap keraton dan
Belanda. Sikap tersebut menimbulkan kekhawatiran dikalangan keraton dan
Belanda.
Kebencian Pangeran Diponegoro kepada Belanda semakin besar dengan perbuatan Belanda yang mematok tanah makam leluhur Diponegoro untuk dijadikan jalan. Kemudian Pangeran Diponegoro mengganti patok-patok tersebut dengan tombak-tombak sebagai tantangan kepada Belanda.
Kebencian Pangeran Diponegoro kepada Belanda semakin besar dengan perbuatan Belanda yang mematok tanah makam leluhur Diponegoro untuk dijadikan jalan. Kemudian Pangeran Diponegoro mengganti patok-patok tersebut dengan tombak-tombak sebagai tantangan kepada Belanda.
Akhirnya pada tanggal 25 Juni
1825, Belanda menyerang Diponegoro di Tegalrejo. Untuk mendukung perlawanan menghadapi
Belanda, Pangeran Diponegoro dan pasukannya membangun benteng pertahanan di
Selarong. Diponegoro dan pasukannya memiliki keyakinan bahwa ia dan pasukannya
dapat mengalahkan Belanda. Keyakinan tersebut semakin kuat ketika orang-orang
seperti Pageran Mangkubumi, Sentot Alibasyah Prawirodirdjo, dan Kiai Mojo
bergabung dalam perjuangannya. Kiai Mojo berhasil mengobarkan semangat jihad
rakyat di daerah Yogyakarta, Surakarta, Bagelen, dan sekitarnya.Pada tahun
1826, terjadi pertempuran di Ngalengkong. Pasukan Pangeran Diponegoro
mendapatkan kemenangan. Oleh para pengikutnya, Pangeran Diponegoro dinobatkan
menjadi Sultan dengan gelar “Sultan Abdul Hamid Herutjokro Amirul Mukminin
Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa”.
Ketika berlangsung pertempuran di
Gawok, terjadi perselisihan antara Pangeran Diponegoro dengan Kiai Mojo.
Pangeran Diponegoro mengusulkan strategi perang gerilya dan mengusulkan agar
permasalahan pemerintahan dengan keagamaan harus dipegang oleh satu orang, agar
satu sama lain saling membantu dan tidak dapat dipisahkan. Namun, pandangan
Pangeran Diponegoro bertolak belakang dengan pendapat Kiai Mojo yang
mengusulkan agar masalah pemerintahan dan keagamaan harus dipisahkan. Mengenai
Siasat perang, Kiai Mojo lebih menyukai perang terbuka.
Akibat dari perbedaan pendapat
tersebut, akhirnya satu-persatu pengikut Pangeran Diponegoro meninggalkan Kiai
Mojo, sedangkan Kiai Mojo dan Sentot Alibasyah yang sama-sama menginginkan
perang terbuka pergi memisahkan diri. Pada akhir November 1828, Kiai Mojo
ditangkap dan Sentot Alibsyah menyerah pada bulan Oktober 1828. Perang Diponegoro telah menguras biaya dan
jatuh banyak korban bagi pihak Belanda, begitu juga dipihak Pangeran
Diponegoro. Untuk mengakhiri perang tersebut, mereka sepakat untuk berunding.
Sekitar bulan Februari 1830, Kolonel Cleerens berhasil mengadakan perundingan
dengan Pangeran Diponegoro. Perundingan dilanjutan pada bulan Maret 1830 di
Magelang dengan Letnan Jenderal Hedrik Markus Baron de Kock. Namun, dalam
perundingan tersebut Pangeran Diponegoro dikhianati oleh Belanda. Mereka
menangkap Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya. Ia dibuang ke Manado, lalu
dipindahkan ke Makasar. Pangeran Diponegoro meninggal dunia di sana pada
tanggal 8 Januari 1855.
c.
Perang Sisingamangaraja XII (1870-1907)
Pada saat
Sisingamangaraja memerintah Kerajaan Bakara, Tapanuli, Sumatera
Utara, Belandadatang. Belanda ingin menguasai Tapanuli. Sisingamangaraja
beserta rakyat Bakara mengadakan perlawanan. Tahun 1878, Belanda menyerang
Tapanuli. Namun, pasukan Belanda dapat dihalau oleh rakyat. Pada tahun
1904 Belanda kembali menyerang tanah Gayo. Pada saat itu Belanda juga menyerang
daerah Danau Toba. Pada tahun 1907, pasukan Belanda menyerang kubu pertahanan
pasukan Sisingamangaraja XII di Pakpak. Sisingamangaraja gugur dalam
penyerangan itu. Jenazahnya dimakamkan di Tarutung, kemudian dipindahkan ke
Balige.
d.
Perang Aceh
(1873-1906)
Sejak terusan
Suez dibuka pada tahun 1869, kedudukan Aceh makin penting baik dari segi
strategi perang maupun untuk perdagangan. Belanda ingin menguasai Aceh. Sejak
tahun 1873 Belanda menyerang Aceh. Rakyat Aceh mengadakan perlawanan di bawah
pemimpin-pemimpin Aceh antara lain Panglima Polim, Teuku Cik Ditiro, Teuku
Ibrahim, Teuku Umar, dan Cut Nyak Dien. Meskipun sejak tahun 1879 Belanda dapat
menguasai Aceh, namun wilayah pedalaman dan pegunungan dikuasai pejuang-pejuang
Aceh. Perang gerilya membuat pasukan Belanda kewalahan. Belanda menyiasatinya
dengan stelsel konsentrasi, yaitu memusatkan pasukan supaya
pasukannya dapat lebih terkumpul. Belanda
mengirim Dr. Snouck Hurgronje untuk mempelajari sistem kemasyarakatan penduduk
Aceh. Dari penelitian yang dibuatnya, Hurgronje menyimpulkan bahwa kekuatan
Aceh terletak
pada peran para ulama. Penemuannya dijadikan dasar untuk membuat siasat perang
yang baru. Belanda membentuk pasukan gerak cepat (Marchose) untuk
mengejar dan menumpas gerilyawan Aceh. Dengan pasukan marchose Belanda
berhasil mematahkan serangan gerilya rakyat Aceh. Tahun 1899, Teuku Umar gugur
dalam pertempuran di Meulaboh. Pasukan Cut Nyak Dien yang menyingkir ke hutan
dan mengadakan perlawanan juga dapat dilumpuhkan. Dari beberapa perlawanan yang dilakukan oleh rakyat di berbagai
daerah pada awalnya mengalami kemenangan tetapi pada akhirnya mengalami
kekalahan. Hal itu disebabkan karena beberapa hal antara lain :
1.
Rakyat tidak
bersatu, tetapi berjuang secara kedaerahan
2.
Rakyat mudah
diadu domba, ingat politik devide et impera (politik adu domba)
3.
Kurangnya
persenjataan
Sumber : Ry Wibisono, http://huntercommunity44.blogspot.com/2013/12/contoh-makalah-kolonialisme-dan.html
Nilai Informatif
Pada awalnya, kedatangan
bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia diterima dengan baik oleh rakyat Indonesia.
Namun, semakin lama bangsa-bangsa Eropa tersebut menunjukan sikap yang kasar.
Selain itu, mereka mulai menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Indonesia. Lambat-laun rakyat Indonesia mulai menunjukan sikap permusuhan
kepada kekuasaan bangsa Eropa. Perlawanan demi perlawanan dilakukan oleh rakyat
Indonesia.
Berikut ini adalah faktor-faktor
yang mendorong rakyat Indonesia melakukan perlawanan:
1. Sikap bangsa
Barat yang ingin menguasai kekayaan alam dan menjajah rakyat Indonesia
2. Keinginan
untuk hidup aman dan tenteram.
3. Keinginan
untuk berdaulat di wilayah sendiri.
4. Sistem
kolonialisme dan imperialisme sangat membelenggu kehidupan rakyat Indonesia.
Walaupun berbagai perlawanan telah
dilakukan oleh rakyat dan penguasa di berbagai daerah, namun selalu mengalami
kegagalan. Faktor-faktor penyebab kegagalan rakyat Indonesia dalam melawan
penjajah adalah sebagai berikut:
1. Sumber daya
manusia bangsa Indonesia yang lemah jika dibandingkan dengan sumber daya
manusia bangsa Barat (penjajah).
2. Perjuangan
dalam melawan penjajah kurang terorganisir.
3. Kurangnya
sarana komunikasi antardaerah, sehingga tidak ada gerakan serempak untuk
melawan penjajah.
4. Semakin
kuatnya unsur kedaerahan, sehingga rakyat mudah dipecah-belah oleh penjajah.
5. Senjata yang
dimiliki Indonesia kalah canggih dengan bangsa Barat
Nilai
Edukatif
Nilai
pendidikan yang dapat diambil dari reaksi dan perlawanan bangsa Indonesia
terhadap kolonialisme dan imperialisme bangsa asing yaitu apabila
kita memiliki sesuatu cita-cita yang mengandung nilai-nilai kebenaran maka
haruslah kita perjuangkan. Risiko dan tantangan apa pun harus kita hadapi dalam
memperjuangkan sebuah kebenaran. Apabila kita sungguh-sungguh dan serius dalam
memperjuangkan sebuah kebenaran, maka pada suatu saat perjuangan kita akan ada
hasilnya.
Nilai
Inspiratif
Reaksi bangsa Indonesia terhadap
kaum kolonialisme dan imperialisme dalam mempertahankan wilayah Indonesia patut
diteladani. Semangat
pantang menyerah dan rela berkorban demi kepentingan bangsa yang lebih besar.
Mereka tidak hanya mengorbankan harta benda yang mereka miliki, tetapi juga
rela mengorbankan jiwa dan raga mereka
hanya untuk hidup aman dan tentram dan juga untuk berdaulat di wilayah sendiri.
Kesadaran
politik yang muncul dalam semangat perjuangan mereka, telah menjauhkan pikiran,
sikap dan tindakan mereka dari kepentingan-kepentingan yang bersifat
kepentingan golongan, kelompok apalagi individu.
terima kasih
BalasHapusMakasih ya kak... karena ini aku bisa ngerjain PR IPS-ku
BalasHapusHEHEHEHE :D
Makasih ya kak... karena ini aku bisa ngerjain PR IPS-ku
BalasHapusHEHEHEHE :D
Makasih
BalasHapusterima kasih
BalasHapus